Di sebuah desa tinggalah seorang petani muda yang bernama Mahendra. Ayahnya telah meninggal. Mahendra hidup bersama ibunya yang telah tua. Yang tak mampu bekerja lagi. Mahendra anak berbakti. Selain bekerja ia mengurus sawah, ia juga melayani ibunya di rumah. Mahendra yang memasak, mencuci pakaian, pendeknya ialah yang memenuhi segala keperluan ibunya. Semua pekerjaan itu ia lakukan dengan ikhlas, tanpa mengeluh.
Melihat keadaan Mahendra ibunya berkata ,“Anakku carilah seorang Istri, biar ada yang membantu pekerjaan sehingga kau tidak mengerjakan semua pekerjaan ini seorang diri”.
Mahendra tersenyum dan berkata, “Saya sanggup mengerjakan semua seorang diri Bu, Ibu tak usah khawatir”. Suatu waktu panen tiba, Mahendra mendapatkan uang banyak dari penjualan hasil sawahnya.
“Besok pagi kita akan pergi ke pasar, Bu. Ibu akan kubelikan selembar kain panjang yang bagus”, kata Mahendra.
“Senang sekali aku mendengarnya, Mahendra”, ujar ibunya. “Tapi tahun ini kau harus mendapatkan istri”. Mahendra tertawa mendengar perkataan ibunya.
Malam pun semakin sunyi. Hanya satwa macam rindu-rindu berbunyi di luar sana. Seorang mendekati rumah Mahendra. Ia berhasil masuk ke rumah Mahendra.
Pencuri itu segera mengambil barang-barang berharga. Belum selesai beraksi, Mahendra pun terbangun.
“Dimana kau simpan uangmu?”, Tanya pencuri dengan mengacungkan golok di depan Mahendra.
“Nih di saku bajuku”, jawab Mahendra berterus terang. Ketika pencuri itu hendak membawa mangkuk tembaga milik ibunya, Mahendra berkata, “Semua barang boleh kau ambil. Tapi jangan kau ambil benda yang satu itu.”
“Memang kenapa?, Tanya pencuri menanggapi. “Mangkuk itu kesayangan ibuku. Di mangkuk itulah ibuku yang tua dan lemah bisa menyantap makanan yang kusediakan”, kata Mahendra.
Pencuri itu termangu, saat itulah ia merasa alat-alat tubuhnya seperti tak berdaya. Ia tersadar akan dirinya dan teringat akan sesuatu. Mahendra melihat pencuri itu meneteskan air mata.”Mangkuk itu akan ku kembalikan, juga barang-barang ini semua”, jawab si pencuri seraya menahan isak. “Tapi aku rela melepaskan barang-barang itu. Aku hanya menginginkan mangkuk berharga itu”, kata Mahendra.
“Aku tidak akan berbuat jahat kepada orang yang baik. Orang yang berbakti kepada Ibunya. Sedangkan aku. . . Aku rela mengecewakan Ibunya. Padahal Ibu begitu menyayangiku. Ia sudah meninggal sebelum aku bisa membalas kebaikannya”, jawab pencuri itu.
“Bagaimana mungkin membalas kebaikannya, kalau kau masih berbuat jahat?”, kata Mahendra. “Kau masih bisa membalas kebaikannya kalau mau bertobat dan menghentikan perbuatan jahatmu itu”.
Setelah melepas Mahendra dari belenggu, pencuri itu lalu kabur. Saat itu Ibu Mahendra bangun lalu bertanya, “Apa yang terjadi Nak?” .
“Ada seorang teman menjengukku, Bu”, jawab Mahendra menyembunyikan kenyataan yang terjadi. “Kasihan dia, mengapa ia segera lari? Bukankah ia bisa bermalam di sini?”, tanya Ibunya.
“Ia tergesa-gesa, Bu. Kapan-kapan ia pasti dating lagi”, sahut Mahendra.
Berbulan-bulan kemudian pencuri itu dating lagi. Bukannya sebagai pencuri, melainkan menjadi orang baik. Akhirnya Mahendra pun bersahabat dengannya.
-SELESAI-
oleh
Nama : 1. Ariska Nurnaifah
2. Indri Hapsari
3. Suci Haryani
4. Tri Wahyuningsih
Kelas : X TB 1
0 komentar:
Posting Komentar